Jumat

Nabi Isa Pun Dilecehkan

Mengklaim sebagai Al-Masih, namun menyatakan Nabi Isa Alaihissalam sebagai peminum khamr dan banyak bergaul dengan pelacur.
Pada tahun 1900 umat Islam dikejutkan dengan pernyataan Abdul Karim, pengikut Mirza. Dalam khutbah Jumatnya, Abdul Karim menyebutkan Mirza Ghulam Ahmad diutus oleh Allah, dan beriman kepadanya adalah kewajiban.
Khutbah itu sendiri ditentang, bahkan oleh sebagian pendukung Mirza sendiri, yang sebelumnya menilai Mirza sebagai sosok pembaharu, wali, mahdi atau Al-Masih. Di antara penentang itu adalah Muhammad Ahsan Al-Amruhi. Karena ditentang itu, akhirnya Abdul Karim meminta pendapat kepada Mirza tentang khutbahnya. Mirza menyatakan, ”Itulah yang kuyakini dan pengakuanku.”
Setelah itu, Muhammad Ahsan Al-Amruhi dan Abdul Karim akhirnya terlibat perdebatan sengit. Mirza lantas keluar rumah dengan menyatakan, ”Wahai orang yang beriman, jangan kalian meninggikan suara kalian di atas suara nabi!” (Pidato Sayyid Surur Syah, dalam koran Ahmadiyah, Al-Fadhl, vol. 410, Januari 1923).
Tidak hanya sampai di situ, dalam beberapa bukunya Mirza Ghulam mengklaim sebagai nabi mustaqil (independen) yang membawa syariat sendiri. (Al-Arba’in, 4/6)
Mengkafirkan Umat Islam
Konsekuensi dari klaim Mirza bahwa dirinya adalah nabi, maka umat Islam yang tidak percaya terhadapnya dia nilai sebagai kafir. Sebagaimana dinukil oleh Dr. Abdul Hakim dari Mirza, ”Sesungguhnya Allah telah menyingkapkan tabir untukku, bahwa siapa yang telah sampai kepadanya seruanku dan tidak menerimaku, maka ia bukan Muslim.” (Koran Ahmadiah Al Fadhl, 10 Januari 1935)
Atas dasar itulah mereka berhubungan dengan Muslim Pakistan, tidak menikah dengan mereka, tidak shalat di belakang mereka, tidak menshalati orang yang meninggal di luar kalangan mereka, dan siapa yang berhaji namun ia tidak mengikuti ajakan Mirza, maka hajinya tidak sah.
Klaim Sebagai Nabi Paling Mulia
Tidak hanya mengaku-ngaku sebagai nabi, Mirza juga mengklaim sebagai nabi paling mulia. Ia mengatakan, ”Allah menginginkan untuk menjadikan seseorang laki-laki yang mewakili seluruh nabi dan utusan, sesungguhnya akulah laki-laki itu.” (Ainah Kamalat Islam, hal. 90)
Klaim Mirza semakin ekstrim dengan mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengilhaminya, ”Engkau bagiku memiliki posisi sebagai anakku.” (Haqiqah Al- Wahyi, hal. 86)
Di lain tempat Mirza mengklaim bahwa Allah pernah menyatakan kepadanya, ”Dengarlah wahai anakku.” (Al-Busyra, 1/49)
Sebelum terang-terangan menyatakan sebagai nabi mustaqil, Mirza menyatakan bahwa dirinya adalah Al-Masih, ”Sesunggunhya aku serupa secara fitrah dengan Al-Masih, berdasarkan keserupaan fitrah ini, diutus hamba lemah ini dengan nama Al-Masih untuk merobohkan aqidah Kristen. Aku telah diutus untuk menghancurkan salib dan membunuh babi-babi. Aku telah diturunkan dari langit bersama para malaikat yang berada di kanan dan kiriku.” (Fath Al-Islam, hal. 9)
Ada yang mempertanyakan kepada Mirza mengenai beberapa Hadits yang menyebutkan keadaan Nabi Isa Alaihissalam dalam turunnya ke bumi di akhir zaman yang tidak bisa diterapkan kepada Mirza, termasuk Al-Manarah As Syarqiyah (Menara Timur) tempat turunya Nabi Isa di Damaskus, dan beberapa ciri lainnya. Akhirnya, Mirza perlu memalingkan makna Damaskus kepada makna aslinya, agar sesuai dengan kondisinya, Damaskus kemudian diartikan sebagai Desa Al-Qadian. (Izalah Al-Auham, hal. 68)
Adapun untuk mengatasi Hadits yang menerangkan tempat turunnya Isa Alaihissalam di Al-Manarah As Syarqiyah (Menara Timur) Damaskus, Mirza memutuskan untuk membangun sebuah menara pada tahun 1900, sebagaimana dijelaskan dalam Sirah Al- Mahdi. Kemudian mengajak pengikutnya untuk menyumbang pembangunannya. Pada tahun 1903 baru dibangun pondasi. Proyek ini baru selesai setelah Mirza wafat.
Syaikh Muhammad Syafi`, Mufti Pakistan, telah menulis ciri-ciri Isa Alaihissalam, tanda-tanda peristiwa turunnya beliau, kondisi umat pada waktu itu, kejadian besar saat itu dan hal-hal lainnya yang tidak kurang dari 175 tanda, yang bersumber dari Al- Qur’an maupun Hadits. Dan hal itu tidak ada yang bisa diterapkan kepada Mirza. (lihat, At Tashrih, hal. 289-309)
Menghina Isa Alaihissalam
Walau Mirza mengklaim sebagai Al-Masih, namun di beberapa bukunya, ia terang-terangan melecehkan bahwa Nabi Isa tidak memiliki mu’jizat apa-apa. (Anjam Atham, hal. 6)
Mirza juga mengatakan, ”Telah diutus Allah, Al-Masih yang lebih utama dan lebih tinggi dalam semua bentuk kesempurnaan dari Al-Masih sebelumnya.” Ia menyebut bahwa Al- Masih yang lebih utama itu adalah dirinya sendiri. (Dafi’ Al-Bala’, hal 13)
Mirza juga menyebutkan,”Yahya adalah nabi yang lebih utama darinya (Isa), sesungguhnya ia belum pernah meminum khamr dan tidak pernah terdengar pelacur menuangkan minyak wangi di kepalanya yang berasal dari hartanya yang buruk.” (I’jaz Al Ahmadi, hal. 13)
Tidak cukup menyatakan Nabi Isa sebagai peminum khamr, bahkan ia sampai mengatakan, ”Kemungkinan karena pertemanannya (Isa) dengan para pelacur dan mereka ‘menuangkannya’ (Isa) kepada para pelacur itu, maka dari sisi inilah nasab kekerabatan.” (Anjam Atham, hal 7)
Atas dasar ucapan-ucapan di atas, ulama Daulah Utsmaniah Syaikh Zahid Al-Kautsari memvonis kufur terhadap Ahmadiyah. Menurut beliau, tidak ada kekufuran yang bisa melebihi kekufuran ini. (lihat, Al-Maqalat, hal. 269)
Demikian pula Syaikh Anwar Syah Al-Kasymiri, ulama India yang hidup di masa Mirza, menyebutkan tidak kurang dari 77 ucapan Mirza dalam buku-bukunya menunjukkan kekufurannya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Tadzkurrahman | El-Ngawi |