Jumat

Menjadi Hakim

Profesi hakim merupakan jabatan yang mulia, namun penuh risiko dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian di masyarakat. Penuh risiko karena ia akan berhadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya.
Karena itu, Islam telah menetapkan persyaratan yang ketat untuk seorang hakim, baik berupa fisik maupun non-fisik. Demikian juga Islam memberikan kode etik dan adab-adabnya.
Di antara syarat dan adab seorang hakim antara lain:
1. Karena jabatan hakim risikonya tinggi, seseorang tidak boleh berambisi mendapatkannya. Barangsiapa yang berambisi terhadap jabatan itu, ia tidak akan mendapat taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian juga Allah akan mencabut keberkahan dari akal dan hatinya. Rasulullah bersabda, ”Barang siapa memangku jabatan hakim berarti ia telah disembelih dengan tanpa menggunakan pisau.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Seorang hakim harus memahami hukum Islam. Ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala yang berbunyi, ”Hendaklah engkau menghukum di antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka.. ” (Al-Maidah [5]: 49 )
Orang Islam yang fasiq masih diperselisihkan oleh para ulama tentang kebolehannya menjadi hakim. Namun, yang lebih utama dalam mengatasi polemik yang terjadi ditetapkan persyaratan lain, yaitu seorang hakim harus bertindak dan memiliki sifat adil, meskipun terhadap dirinya sendiri.
3. Seorang hakim harus memiliki panca indera yang normal, baik pendengaran dan penglihatan. Seseorang yang rusak penglihatan dan pendengarannya tidak akan dapat menjalankan fungsi dan kompetensinya sebagai hakim. Mata dan telinga merupakan alat yang vital bagi hakim untuk melihat, mengamati, dan mendengar berbagai alat bukti dan peristiwa yang terjadi selama persidangan. Persyaratan-persyaratan di atas diperlukan guna terselenggaranya peradilan yang berwibawa, objektif, dan berorientasi kepada tegaknya supermasi hukum, sehingga akan melahirkan kepastian hukum dalam syariat Islam.
4. Seorang hakim harus memperhatikan dan meneliti setiap kasus. Keputusan yang tergesa-gesa bisa mengakibatkan kekeliruan. Jika ini terjadi berarti ia telah menghilangkan hak seseorang dan memberikannya kepada orang yang tidak berhak mendapatkannya.
5. Tidak segan dengan salah seorang yang bersengketa, melainkan tetap harus bersikap adil. Karena itu, seorang hakim harus mendudukkan seorang hamba maupun seorang merdeka, pimpinan maupun bawahan, dan yang lainnnya dalam posisi yang sama.
6. Tidak memberikan keputusan sebelum mendengar laporan dari kedua belah pihak. Sebuah keputusan yang hanya berdasar pada satu pihak merupakan tindak kejahatan dalam pengadilan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika ada dua orang mengajukan suatu perkara kepadamu maka janganlah engkau memutuskan hukum kepada orang pertama hingga engkau mendengar perkataan orang kedua, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana engkau memutuskan hukum.” (Riwayat Tirmidzi)
Demikianlah beberapa syarat dan adab-adab hakim. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Tadzkurrahman | El-Ngawi |