Jumat

Berkhidmat Penuh kepada Penjajah Inggris

Siap membantu penjajah Inggris hingga di luar negeri. Beberapa tokoh Ahmadiyah pun tewas saat ikut melawan pemerintahan Afghanistan.
Akhirnya, umat Islam Pakistan memutuskan melakukan gerakan masal menuntut pemerintah agar Ahmadiyah dikeluarkan dari Islam. Keputusan ini diambil setelah pemerintah tidak merespon permintaan 33 wakil ulama yang menginginkan hal yang sama pada tahun 1953 di Karachi. Gerakan itu sendiri amat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Pakistan.
Karena desakan yang kuat dari umat Islam dan ulama, mereka berhasil menekan pemerintah untuk memasukkan Ahmadiyah sebagai non-Muslim. Bahkan Menteri Luar Negeri Pakistan yang saat itu, Dzafarullah Khan, yang juga penganut Ahmadiyah akhirnya juga lengser dari jabatannya.
Sebelumnya, para penganut Ahmadiyah menduduki posisi penting seperti di kementerian luar negeri, militer dan kepolisian. Bahkan di Rabwah yang terletak di propinsi Punjab, mereka melakukan “penjajahan” dimana wilayah itu dikuasai penuh oleh mereka, tidak ada pegawainya kecuali sebagai penganut Ahmadiyah. Manurut Abu Hasan Ali An Nadawi, wilayah tersebut mirip dengan Israel, yang menduduki Palestina.
Sebenarnya, jauh-jauh hari sebelum Pakistan terpisah dari India pada tahun 1947, pengadilan Bahawalpur pada tahun 1930, telah mengeluarkan keputusan mengenai kekufuran Ahmadiyah dan pelarangan menikah antar umat Islam dengan sekte ini. Keputusan tersebut diambil setelah melalui perdebatan panjang selama dua tahun, yang diikuti oleh para tokoh Ahmadiyah dan para ulama Ahlu Sunnah.
Buatan Inggris
Gerakan Ahmadiyah sendiri mulai muncul akhir abad 19 di India setelah Inggris berhasil menguasai negeri tersebut. Ada hubungan timbal balik antara kelompok ini dengan Inggris. Bahkan membantu penjajah ini, merupakan aqidah dan misi utama dari sekte ini.
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah menulis, ”Aku telah menghabiskan sebagian besar umurku untuk mendukung pemerintah Inggris dan membelanya. Dan aku telah menulis untuk melarang jihad dan mewajibkan taat kepada ulil amri Inggris, baik dalam buku, pengumuman, pamflet yang mana kalau itu semua dikumpulkan akan memenuhi 50 peti. Aku telah menyebarkan buku ini semua ke beberapa negara Arab, Mesir, Syam dan Turki. Saat itu sasaran yang selalu ingin kucapai adalah menjadikan umat Islam rela akan pemerintahan ini…”
Di kitab lainnya, di akhir bukunya yang berjudul Syahadah Al-Qur`an, Mirza menyatakan, ”Sesungguhnya aqidahku yang aku ulang-ulangi terus yakni, ‘sesungguhnya Islam ada dua bagian. Bagian pertama adalah taat kepada Allah dan bagian kedua adalah taat kepada pemerintah yang menebarkan keamanan dan menjadikan kita terlindung dari orang-orang zalim, pemerintahan itu adalah pemerintahan Inggris.”
Demikianlah pernyataan Mirza sendiri, bahwa gerakan Ahmadiyah memang untuk mendukung Inggris. Lantas, apakah benar Ahmadiyah merupakan bentukan Inggris?
Surat Mirza yang ditujukan kepada perwakilan Inggris pada 24 Februari 1898 akan menjawabnya. Dalam surat itu, Mirza yang dianggap nabi oleh pengikut Ahmadiyah menyatakan, ”Dan yang diharapkan dari pemerintah agar memperlakukan keluarga ini (Ahmadiyah), yang merupakan hasil “tanaman” Inggris sendiri dan hasil dari mereka sendiri, dengan serius, hati-hati, penuh ketelitian dan penjagaan. Dan hendaknya pemerintah memberi nasihat kepada para pejabatnya untuk memperlakukan saya dan pengikut saya dengan perlakuan khusus serta perlindungan yang maksimal.” (Tabligh Ar Risalat, 7/19-25)
Bahkan tokoh-tokoh Ahmadiyah bergabung menjadi mata-mata Inggris, hingga di luar negeri sekalipun. Beberapa tokoh Ahmadiyah, seperti Abdul Lathif membantu Inggris di Afghanistan dengan menentang perlawanan rakyat terhadap penjajah itu. Demikian juga tokoh Ahmadiyah lainnya, Mulla Abdul Halim dan Mulla Nur Ali yang merancang pemberontakan terhadap pemerintah Afghanistan tahun 1925, semua tokoh tersebut berhasil dibunuh. Koran Al-Fadhl milik Ahmadiyah yang terbit 3 Maret 1925, menyebutkan peristiwa itu dengan penuh rasa bangga. *Thoriq/Suara Hidayatullah MARET 2011

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Tadzkurrahman | El-Ngawi |