Jumat

Adu Tepat Arah Kiblat

Di Indonesia ada pergeseran arah kiblat. Respon umat beragam. Lantas, yang benar mana?
Arah kiblat shalat, khususnya di Indonesia sedikit bergeser. Jika sebelumnya arab kiblat itu ke barat, sekarang mengarah ke barat laut. Pergeseran itu berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Juli lalu.
” Indonesia itu letaknya tidak tepat di timur Kabah, tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak pas ke barat, namun agak miring yaitu arah barat laut,” jelas Ketua MUI Bidang Fatwa Ma’ruf Amin menegaskan (14/7).
Dengan fatwa tersebut ini, MUI pun menghimbau seluruh masjid menyesuaikan arah kiblatnya. Bagaimana tanggapan umat?
Ternyata, seruan MUI itu direspon beragam oleh umat Islam.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai ketepatan arah shalat bukan kemutlakan sahnya shalat. Menurut Ketua Badan Komunikasi Informasi dan Publikasi PBNU, HM Sulthan Fatoni, seruan tersebut pada prinsipnya hanya anjuran, dikutip dari Kompas (16/7).
Sulthan lantas merujuk pada pendapat para kiai NU melalui forum Bahtsul Masa’il 76 tahun lalu (tepatnya, Bahtsul Masa’il pada 23 April 1934) yang telah memutuskan sah dan tidaknya shalat.
Saat itu, para ulama NU berpendapat, Muslim di Nusantara yang shalat menghadap ke arah barat (tidak persis menghadap Ka’bah) dinyatakan sah.
Hal senada disampaikan, Zulfa Mustofa, Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU). Dia memaparkan, perbedaan arah kiblat terletak pada persoalan apakah ditentukan secara persesi (tepat) atau kira-kira. Zulfa menjelaskan, madzhab Syafii memberlakukan syarat ketepatan dan kehati-hatian dalam upaya penentuan arah kiblat.
Meskipun tidak secara tepat, setidaknya ada usaha agar sebisa mungkin arah kiblat Indonesia sesuai. Namun demikian, dia menegaskan, selama arah kiblat tidak melenceng jauh dan bertolak belakang dengan teks al-Qur’an dan Hadis, maka shalat yang dilakukan tetap sah.
Pendapat serupa diberikan Mukarram, M.Hum, Divisi Hisab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat, kata Mukarram, berdasar Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, pernah salah arah kiblatnya. Namun Nabi tetap mengangggap sah shalat sahabat dengan mengatakan,“Shalat kamu sekalian sudah benar.”
Hanya saja, masih kata Mukarram, kasus Nabi itu adalah kasuistis, pada saat darurat. Mengutip Tafsir Al-Qurthubi, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini mengatakan bahwa taklif (pembebanan dalam syariat) disesuaikan kemampuan. Ia menyebut beberapa beberapa Hadits dan al-Qur’an yang bisa jadi sandaran.
Pertama, riwayat dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah bersabda, “Ka’bah merupakan kiblat bagi penghuni Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan kiblat bagi penghuni Tanah Haram. Dan Tanah Haram merupakan kiblat bagi umatku yang menghuni bumi dari timur sampai barat.”
Kedua, Hadits yang diriwayat Tirmidzi, dimana Nabi bersabda, “Inna maa bainal masyriqi wal maghribi qiblatun.” (Sesungguhnya antara timur dan barat itu adalah qiblat)
Ketiga, Surat Al-Baqarah [2:144] yang diturunkan Nabi ketika mengganti arah Kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram, bunyinya, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit (berdoa), maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai (Ka’bah). Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.”
Menurut Mukarram, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Surat Al-Baqarah tadi, maka, perintah fawallu wajhaka syatrol masjidil haram (palingkanlah mukamu ‘ke arah” masjidil haram) lebih merupakan batas atau kira-kira, bukan persesi. Bukan dalam pengertian ainul yakin ke fisik Ka’bah. “Namanya juga kira-kira, kemungkinan bisa melenceng sedikit, namun tetap ke arah Makkah dan Masjidil Haram,” ujar ahli hisab itu.
Karena itu, Ali Mustafa Yaqub, Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga pakar Hadits menegaskan, masyarakat tak perlu ragu dan bimbang tentang sah atau tidaknya shalat mereka. Menurut dia, umat Islam tak perlu merobohkan masjid agar sesuai dengan kiblat. “Menggeser bangungan masjid tidak diperintahkan dalam Islam dan tidak merupakan suatu kewajiban,” tegasnya.* Cholis Akbar/Suara Hidayatullah AGUSTUS 2010
Rekor “Ngeri” Anak Indonesia
Akses internet makin gampang. Orantua lepas kontrol. Anak-anak dan remaja menjadi korban
Umat Islam Indonesia sering bangga menjadi penduduk Muslim terbesar di dunia. Tapi tahukah, menurut laporan terbaru Norton Online Family 2010, 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Menyedihkannya lagi, 36% orangtua mereka tidak tahu apa yang dibuka anaknya akibat pengawasan yang minim.
Laporan Norton Online Family 2010 itu dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April 2010 oleh Leading Edge, sebuah firma riset pasar independen atas nama Symanctec Corporation.
Dalam laporan tersebut, hanya satu dari tiga orangtua tahu tentang apa yang dilihat anak-anak mereka ketika online. Padahal, anak-anak mereka menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.
Menurut Effendy Ibrahim dari Norton Internet Safety Advocate & Consumer Business Lead, Asia, banyak orangtua terlalu meremehkan anak-anak dalam mengunduh games, musik, dan video. Akibatnya, anak-anak kemudian mengunduh konten yang tidak layak.
Statistik juga menujukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna jejaring sosial terbanyak di dunia. Karena itulah, anak-anak kita, utamanya remaja, merupakan sasaran empuk para produsen teknologi informasi.
Ada pendapat tambahan dari General Manager Nokia Indonesia, Bob McDougall. Di Medan, Juni lalu ia mengatakan, di antara jejaring sosial yang banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah facebook, twitter, tagged, dan friendster. Menurut McDougall, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan jejaring sosial tersebut dari ponsel mereka masing-masing.
Angka mengejutkan juga datang dari Komisi Nasional Perlindungan Anak. Dalam temuannya Juni lalu lembaga ini menyebutkan, 62,7 % remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Mereka, bahkan tak segan-segan melakukan adegan suami-istri lalu direkam di HP dan disebarkan melalui internet.
Yang menyedihkan, menurut Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, rata-rata orangtua bangga memberi anak-anak perangkat teknologi, seperti HP canggih dan bercamera. Tapi, umumnya mereka (orangtua) kurang aware terhadap dampak teknologi. Akibatnya, orangtua tidak bisa menjelaskan dengan baik kepada anak tentang manfaat dan mudharat teknologi. Buntutnya lagi, karena orangtua tidak tahu menggunakannya, banyak anak yang lepas kontrol.
Ia mencontohkan, ada remaja perempuan yang dibawa kabur oleh teman lelaki yang dikenalnya melalui Facebook. Ujung-ujungnya, orangtua sendirilah yang direpotkan.
Herannya, kata Elly, orangtuanya baru lapor setelah anak mereka hilang beberapa hari. “Orangtuanya ngapain saja dan ibunya ke mana, kok anaknya hilang,” kata Elly kepada Suara Hidayatullah. Nah, sudah waktunya orangtua lebih mengawasi dan menjaga anak-anaknya.* Cholis Akbar/Suara Hidayatullah AGUSTUS 2010

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Tadzkurrahman | El-Ngawi |